Popular post Read

Minggu, 31 Maret 2013

Becak

   Inilah keadaan hidupku, aku terlahir dalam keadaan yang serba kekurangan. Setelah kena PHK bapakku memutuskan untuk menjadi seorang tukang becak. Apakah tidak ada pekerjaan lain yang lebih terhomat? Aku muak melihat kedaanku yang seperti ini. Apalagi ibuku juga hanya bekerja sebagai pedagang di pasar. Apakah keluarga kami sudah ditakdirkan menjadi orang miskin selama tujuh turunan? Embuh.
    Mataku mengerjap. Dari balik jeruji besi yang sudah berkarat disana-sini aku melihat becak bapak yang berwarna merah duduk manis dibawah sebuah pohon jambu. Seandainya saja becak bapak berubah menjadi sebuah mobil yang mewah dan keren seperti mobil temanku yang bernama Eleanor. Nggak tahu kenapa aku benci banget kalau melihat becak bapak.
    Dari balik sebuah pintu muncul seorang anak perempuan berwajah bundar dengan memakai kerudung dan terlihat sangat manis. Yah, dia adalah adikku bernama Ginny.
    “Kak, ayo berangkat sekolah. Bapak sudah nungguin tuh di depan,’ ajak Ginny.”
    “Apaa…,’ suaraku meninggi dan pasti terlihat sangat sinis. Naik becak bapak yang dekil dan jelek?” kataku.
    “iya kak…yang mana lagi?”kata Ginny.
    “Enggak ah, mendingan aku jalan kaki daripada naik becak bapak. Kamu berangkat duluan aja sana!”
     Ginny pun berjalan keluar menuju becak bapak. Memang Ginny anaknya penurut sama orang tua dia tidak pernah meminta yang aneh-aneh seperti aku, makanya Bapak dan Ibu sayang banget sama dia. Pernah suatu saat aku meninta bapak untuk jadi sopir taksi aja biar kelihatan lebih terhormat tapi Bapak malah menjawab,”Kamu itu aneh-aneh aja Nduk, lha wong Bapak aja nggak bisa nyetir mobil kok disuruh jadi sopir taksi?” kata Bapak sambil mengelus-elus kepalaku. Bapak sebenernya sayang banget sama aku, tapi sayangnya aku merasa Bapak tidak akan pernah mengerti apa yang aku inginkan dan tidak akan pernah nyambung dengan apa yang aku katakan.
    Di sekolah aku bergaul dengan anak yang elit dan kaya. Aku bergaul dengan mereka bukannya biar kelihatan kaya atau apa, tapi aku pengen belajar gaya hidupnya selain itu aku juga bisa kecipratan enaknya. Gimana gak seneng, siapa sih yang gak mau ditraktir makan enak seperti ayam goreng, pizza, ayam bakar. Toh mereka juga tidak akan rugi bergaul denganku, kalau ada pr atau apapun pasti aku bantuin mereka. Kebetulan hari ini ada temanku yang ulang tahun, jadi aku bisa makan gratis sepuasnya.
    Suatu sore ketika cuaca mendung dan hampir magrib. Bapak belum pulang juga dari narik becaknya. Kami sekeluarga sangat cemas. Jangan-jangan Bapak kenapa-napa di jalan. Aku jadi merasa bersalah karena selama ini nggak pernah nurutin perintah Bapak. Bagaimana kalau Bapak kecelakaan di jalan dan meninggal? Padahal aku belum minta maaf sama Bapak. Hari pun semakin larut dan belum ada tanda-tanda Bapak akan pulang. 





    Ginny pun mengajak kami untuk sholat isya’ bersama. Tidak biasanya aku mau diajak Ginny untuk sholat berjamaah. Aku paling males kalau sholat berjamaah bareng Ginny, nggak tau kenapa Ginny betah banget untuk berlama-lama berada di atas sajadah. Kami pun segera mengambil air wudhu kemudian kami sholat berjamaah. Setelah sholat kami berdoa bersama agar Bapak segera pulang. Tak terasa air mataku menetes. Aku makin merasa bersalah karena selama ini aku nggak pernah nurutin kemauan orangtua apalagi Bapak. Aku tidak pernah merasa bersyukur dengan apa yang telah aku dapatkan selama ini. Aku jadi ingat sama Eleanor temanku yang sangat kaya.
Dia pernah cerita, ”boro-boro mau curhat sama orangtua kalo pulang aja nggak pernah nyapa anaknya kok! Aku merasa kayak nggak punya keluarga”
Ternyata aku lebih beruntung daripada Eleanor, meskipun aku orang miskin tapi aku punya orangtua yang sangat menyayangiku dan mau mendengarku curhatku kapanpun dan dimanapun.
Adzan subuh terasa bening di telinga. Aku terbangun dari tidurku. Mataku terasa berat untuk dibuka karena semalaman aku menangis hingga mataku bengkak. Tadi malam aku baru bisa tidur pukul satu pagi. Akupun keluar kamar untuk sholat subuh. Setelah selesai sholat subuh terdengar suara ketukan pintu dari pintu depan.
“tok…tok…tok Assalamu’alaikum buk,” terdengar suara yang agak lirih.
“Wa’alaikumussalam, siapa ya?” jawab kami serempak.
“Ini bapak buk,”
Tanpa bicara sepatah katapun kami langsung berlari menuju pintu depan. Ibu langsung mengintrogasi Bapak.
“Bapak darimana saja, kok jam segini baru pulang? Bapak bikin cemas kami saja”
“Kemaren becak bapak hilang buk,” kata Bapak lesu.
“Loh, kok bisa pak?”
   Kemudian Bapak menceritakan kronologi kejadiannya dari awal samapai akhir. Ternyata becak bapak kemaren hilang setelah bapak mengantarkan seorang anak SD yang kecelakaan, kemudian becaknya ditaruh di depan rumah sakit. Setelah bapak balik lagi buat ngambil becaknya, becak bapak sudah hilang. Bapak mencarinya kemana-mana tapi tidak ketemu juga. Karena kemaleman akhirnya bapak memutuskan untuk tidur di masjid. Aku bingung, kok bisa-bisanya ada orang yang mau nyuri becak bapak ya? Mbok nyuri itu yang lebih elit dikit, nyuri mobil kek, motor eh ini malah yang dicuri becak.
Kata Bapak hari minggu seperti ini banyak orang yang jalan-jalan di jogja, jadi becak bapak juga laris. Namun, setelah becak bapak hilang kemaren Bapak hanya duduk-duduk di kursi reyot depan rumah kami sambil kipas-kipas.
  Tiba-tiba ada orang dating sambil memannggil-manggil nama Bapak.
“kang Paiman…ini becaknya, maaf ya kemaren aku pinjem nggak bilang-bilang,” teriak lik Jiman
“Oalaah.. jadi kamu to yang minjam becakku kemaren. Pamtesan aku cari kemana-kemana nggak ada,” jawab Bapak.
“Iya kang soalnya aku kemaren dikejar-kejar sama polisi terus aku menyusup deket rumah sakit, eh nggak sengaja aku lihat becak terus aku pakai deh,”
“Yaudah, nggak apa-apa besok lagi kalau mau pinjam sesuatu bilang-bilang dulu ya”
“maaf ya kang..,” jawab Lik Jiman
Ternyata becak bapak dipinjam sama Lik Jiman. Dan kini aku harus menyadari bahwa Bapak tetap akan jadi seorang tukang becak. Tapi aku merasa senang karena bapak akhirnya pulang.

    
 


0 komentar:

Posting Komentar

 

Download Templates